Ta'aruf? Bukan Pacaran Islami

Ta'aruf
Proses ’ta’aruf’ merupakan suatu proses
awal menuju proses selanjutnya, yaitu
khitbah dan akhirnya sebuah pernikahan.
Memang tidak semua sukses sampe tahap
itu. Sang Sutradaralah yang mengatur.
Semua adalah skenario dan rekayasaNya.
Manusia hanya berencana dan ikhtiar,
keputusan tetap dalam genggamanNya.
Tapi kita manusia juga diberi pilihan. Hidup
adalah pilihan. Mau baik ato buruk, mau
syurga or neraka, mau sukses atau gagal,
semua adalah pilihan. Namun tetap Allah
Yang Maha Menentukan.
Berikut tata cara bertaaruf dalam islam
dirangkum dalam pertanyaan dan jawaban
1)}. Bagaimana cara ta’aruf yang tidak
melanggar agama, apa syaratnya?
Tidak ada aturan baku atau ketetapan
khusus mengenai tata cara berta’aruf,
namun harus tetap memperhatikan adab-
adab dalam bergaul antara pria dan
wanita.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam menjalankan proses ta’aruf agar
tidak melanggar agama, diantaranya:
1. Membersihkan niat karena Allah
Bersihkan niat, dan ikhlaskan menikah
adalah ibadah semata untuk mencari
ridhaNya. Tidak mudah memang menerima
“calon suami” kita apa adanya, apabila
yang datang tidak sesuai dengan “kriteria”
yang kita harapkan. Di sinilah sandungan/
ujian pertama keikhlasan kita.
2. Berupaya menjaga kesucian acara ta’aruf
Agar kesucian acara ta’aruf terjaga maka
harus jaga rambu-rambu syariah (tidak
boleh berkhalwat, menjaga pandangan,
menjaga aurat dll,) memilih tempat yang
tepat (bukan tempat mencurigakan seperti
kamar kos yang sempit, dan lain-lain) serta
menjaga rahasia ta’aruf (sebaiknya orang
lain [kecuali perantara] hanya tahu rencana
pernikahan dari undangan saja)
3. Kejujuran kedua belah pihak dalam
ta’aruf
Selama proses ta’aruf maka kedua belah
pihak dipersilahkan menanyakan apa saja
yang kamu butuhkan untuk mengarungi
rumah tangga nantinya contohnya
mengenai keadaan keluarga, prinsip dan
harapan hidup, sesuatu yang disukai dan
tidak disukai dll. Didalam ta’aruf, kamu
ngak boleh bohong, ceritakan dirimu apa
adanya, sehingga kedua belah pihak akan
mengetahui bagaimana calonnya tersebut.
4. Selama proses ta’aruf, kedua belah pihak
serius dan sopan dalam berbicara serta
menghindari membicarakan hal-hal yang
tidak perlu.
5. Menerima atau menolak dengan cara
yang ahsan
Jika selama ta’aruf ditemukan kecocokan
maka akan dilanjutkan kejenjang
selanjutnya, namun jika selama ta’aruf
tidak ditemukan kecocokan maka calon bisa
menyudahi ta’aruf dengan cara yang baik
dan menyatakan alasan yang masuk akal.
Segera sampaikan ketidakcocokanmu,
jangan sampai membuat calon menunggu
lama, karena akan dikhawatirkan calon
akan sangat kecewa karena telah terlalu
berharap kepadamu.
6. Agar ta’aruf tidak melanggar agama,
maka sebaiknya diperlukan perantara.
Megapa?? Karena:
1. Dengan adanya perantara maka akan
membantu kita untuk mencari informasi
mengenai pasangan ta’aruf kita.
2. Ta’aruf yang dilakukan tanpa perantara
maka akan rentan dari kebersihan hati,
sebab jika ta’aruf dilakukan hanya berdua
saja maka semua hal bisa saja terjadi.
Kata-kata yang tidak sepatut dikeluarkan
atau diumbar akan begitu mudah
terlontarkan.
3. Dengan adanya perantara maka akan
membantu mempertegas proses ta’aruf.
Seorang perantara akan membantu
memberikan batas waktu kepada pasangan
ta’aruf, kapan deadline ta’aruf, kapan
ta’aruf selanjutnya dilakukan, kapan
pertemuan dengan orang tua, kapan acara
lamaran dll. Semuanya akan menjadi jelas
dan tidak berlama-lama. Berbeda dengan
ta’aruf yang kamu lakukan berdua saja ,
kamu dan calon bisa ngak jelas dalam
menentukan deadline.
4. Dengan adanya perantara maka
sedikitnya akan mengurangi fitnah yang
terjadi.
Kebanyakan orang mengira bahwa
perantara ta’aruf adalah murabbi atau guru
agama. Padahal siapa saja bisa menjadi
perantara, misalnya orangtua, teman,
saudara dan sebagainya. Kita pun bisa
menjadi perantara, asalkan kita tahu
dengan jelas siapa yang akan diperantarai
dan mengetahui bagaimana cara ta’aruf
yang dibenarkan oleh agama. Sebaiknya
yang menjadi perantara adalah mereka
yang telah menikah karena mereka sudah
mengetahui proses menuju pernikahan dan
untuk menghindari fitnah yang terjadi
dengan salah satu calon ta’aruf.
2)}. Bagaimana proses ta’aruf yang
sebenarnya?
Dalam hal ini juga tidak ada ketetapan
khusus. Proses ta’aruf bisa dilakukan
dengan berbagai cara, namun harus tetap
sesuai dengan adab-adab dalam bergaul
antar lawan jenis.
Ada proses ta’aruf (ta’aruf yang saya
ketahui jika melalui murabbi) dimulai
dengan membuat proposal (biodata diri)
kemudian saling menukar biodata,
mengadakan proses pertemuan disuatu
tempat dengan disertai murabbinya, proses
percakapan dengan calon pasangan dengan
hijab/tabir yang menghalangi keduanya
saling bertatapan, proses melihat calon
pasangan, proses meminta kepastian
apakah ta’aruf akan dilanjutkan atau tidak,
memberikan tenggang waktu untuk berpikir
atau melakukan istikharah, kemudian jika
pasangan sudah merasa cocok maka akan
dilanjutkan pada proses selanjutnya yaitu
kapan waktu khitbah dan proses
selanjutnya.
Adapun proses yang saya ketahui jika
melalui orang tua, saudara, sahabat dll
yaitu dimulai dengan menanyakan apakah
bersedia diperkenalkan dengan calon
ta’aruf, menentukan kapan waktu ta’arufan,
menentukan tempat pertemuan (biasanya
pihak pria datang kerumah pihak wanita,
namun juga bisa ditempat lainnya),
memperkenalkan kedua calon ta’aruf
(selama ini boleh mempertanyakan sesuatu
yang diperlukan), kedua calon pulang
kerumah masing2 dan diberikan tenggang
waktu untuk berpikir atau istikharah,
kemudian jika pasangan sudah merasa
cocok maka akan dilanjutkan pada proses
selanjutnya yaitu kapan waktu khitbah dan
proses selanjutnya.
Kira-kira begitulah proses ta’arufan yang
saya ketahui, maaf jika dalam proses ini
saya salah menerangkan karna mengenai
proses ta’aruf ini tidak ada ketetapan baku,
tergantung masing-masing dan harus tetap
sesuai dengan adab bergaul antar lawan
jenis.
3)}. Apakah Boleh pada saat Ta’aruf saling
mengirim sms, saling menelepon?
Untuk jawaban pertanyaan ini, saya akan
mengutarakan 2 jawaban yang berbeda dari
berbagai sumber.
1. Ada yang menyatakan menelepon
ataupun saling berkirim sms, hukumnya
adalah mubah selama aktivitas tersebut
tidak mengajak kepada kemungkaran atau
kefasikan, hanya membicarakan yang
seperlunya untuk mengetahui atau
mengenali calon pasangan.
2. Ada yang menyatakan saling SMS
dilarang. Betapa banyak mereka yang
tergelincir disebabkan fitnah komunikasi.
Tak pandang bulu, baik orang awam atau
para penuntut ilmu agama. Fitnah hati
memang sesuatu yang sulit dikendalikan,
apalagi dalam masa kesendirian. Manusia
hatinya sangat lemah. Di saat itulah setan
masuk. Sehingga, seseorang tidak bisa
beralasan bahwa dirinya mampu menjaga
hati untuk melegalkan SMS dengan calon
tambatan hati. Saat pintu-pintu keakraban
terbuka, keintiman akan terbentuk.
Misalnya dengan mengirim kata-kata yang
belum selayaknya terucapkan.
Nah…diantara kedua jawaban tersebut
maka pikirkanlah yang terbaik menurut
sahabat, namun alangkah baiknya untuk
ber sms an (termasuk media lain yang
hanya berkomunikasi berduaan saja dengan
calon pasangan) perlu dihindari untuk
menjaga hati, segala sesuatu mengenai
pasangan bisa kita tanyakan kepada
perantara. Tapi jika memang diperlukan dan
mendesak serta tidak bisa melalui
mahramnya maka harus tetap hati-hati,
sms seperlunya saja, jangan ditambah-
tambah dengan gurauan, rayuan ataupun
yang sejenisnya yang tidak perlu. Karena
syetan sangat pandai menggoda Bani
Adam, maka berhati-hatilah dari tipu
dayanya. Demikian juga pada umumnya
seorang akhwat jika diberikan perhatian
oleh seorang ikhwan baik lewat sms, tulisan
atau yang sejenisnya maka dia akan
tertarik walaupun ikhwan tersebut tidak ada
niatan untuk menggodanya. Oleh karena itu
hindarilah percakapan yang tidak penting,
menghindari kata-kata yang dapat merusak
hati dan jangan melampoi batas, ber sms
hanya seperlunya saja dalam rangka proses
menuju pernikahan. Karena dengan sering
ber smsan dikhawatirkan akan
menimbulkan fitnah dan dapat terjerumus
dalam kegiatan pacaran.
4)} Apakah dengan sekali ta’aruf langsung
nikah bisa menjamin keluarga SAMARA?
Pertanyaan ini menurut saya sama halnya
dengan pertanyaan “apakah dengan
berpacaran berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun pacaran bisa menjamin
keluarga SAMARA?
Dan jawabannya “tidak ada yang bisa
menjamin apa-apa kecuali jika Allah
menghendaki dan tergantung dengan usaha
suami istri dalam memperjuangkan sebuah
hubungan agar menjadi keluarga SAMARA”.
Mengapa kita harus menjerumuskan diri
kedalam tindakan sia-sia (pacaran) jika
tindakan tersebut juga tidak menjamin apa-
apa malah hanya akan menambah dosa.
Banyak kok pasangan-pasangan yang
hanya ta’arufan beberapa kali bertemu
memiliki keluarga SAMARA. Seperti halnya
sahabat saya, yang masa ta’arufannya
hanya sekali pertemuan. Dalam waktu yang
sesingkat itu mereka saling bertanya,
mengetahui apa yang dianggap mereka
perlu. Setelah percakapan yang dirasa
cukup, akhirnya mereka sepakat untuk
melanjutkan kejenjang selanjutnya. 2 tahun
sudah usia pernikahan mereka dan keluarga
mereka sangat bahagia. Dan juga sepupu
saya yang sudah 10 thn lebih usia
pernikahan mereka yang bahagia juga
dengan awal perkenalan melalui cara
ta’aruf.
Banyak orang berpendapat, bagaimana
caranya dengan waktu yang sesingkat itu
kita bisa merasakan kecocokan, jika saya
tidak menjalani hubungan bagaimana saya
bisa mengetahui kecocokan dalam berumah
tangga apalagi disaat terjadi masalah??
Wajar jika ada rasa khawatir nantinya akan
tidak cocok, bagaimana nanti jika ada
perbedaan dan pertengkaran, oleh karena
itu persiapkan hati, yakin dengan proses
yang dijalani, tanamkanlah sebuah
komitmen inilah pilihan saya,dan saya
harus siap dengan segala resikonya dan
tidak lupa berdoa terus mohon di beri
kelanggengan dalam rumah tangga.
Namanya menikah tidak melulu harus
sempurna, saling belajar dan mencoba
mencari kesamaan dan jalan keluar yang
terbaik jika ada pertengkaran. Yang
terpenting dalam menjalaninya ikhlas tanpa
paksaan, ikhlas dengan pilihan dan ikhlas
menerima segala kelebihan dan kekurangan
pasangan.
Banyak juga kok yang pernikahanya
bahagia, tidak terjadi permasalahan yang
serius dengan proses seperti ini. Sedangkan
menjalani proses pacaran juga tidak
menjamin anda bisa lebih mengenal calon
pasangan, dari cerita-cerita teman tidak
sedikit yang merasa terjadi perbedaan sikap
dan karakter pasangan di saat telah
memasuki jenjang pernikahan, hal ini tidak
menutup kemungkinan pada saat pacaran
yang jelek ditutupi, berbeda dengan ta’aruf
dimana kedua calon pasangan diminta
untuk jujur dan menurut saya disitulah
letak penjajakan yg sebenarnya apakah si
calon bisa menerima kekurangan tersebut.
Banyak orang mengatakan pernikahan
adalah akhir dari cinta, namun yang
sebenarnya pernikahan adalah awal dari
sebuah cinta, karna dengan pernikahan
inilah cinta yang sesungguhnya dibuktikan
dan diperjuangkan. Oleh karena itu, selama
ta’arufan, carilah sesuatu yang dapat
membuat kita tertarik padanya. Sesuatu
yang dapat membuat ketertarikan inilah
yang akan berkembang menjadi cinta dan
diperjuangkan selama pernikahan.
sumber : http://
sahabatdarihati.wordpress.com/2012/04/
26/tata-cara-bertaaruf-dlm-islam/

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top